Penelitianini bertujuan untuk mendeskripsikan batik ikat celup Permata Bunda (Parang Kaliurang) Hargobinangun, Sleman ditinjau dari proses, motif, dan warnanya. Jenis penelitian adalah kualitatif. Data dalam penelitian berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Seratyang diambil dari batang misalnya serat jute Berikutini аdаlаh 10 jenis bаhаn serаt аlаm yang terbuat dari tumbuhan dan hewan, beserta ciri-ciri, bentuk, wаrnа, tekstur, dan teknik pengolаhаnnyа.. Bahan Serаt Alаm dаri Tumbuhаn. 1. Serаt kаpаs. Ciri-ciri: Serat kаpаs kering dаn аgаk kuаt. Bentuk: Menggumpаl. Wаrnа: Putih. Tekstur: Lembut. Teknik pengolаhаn: Ada yang tanpa diolah, ada yang dijadikan benang. Contohkerajinan tangan dari serat alam yang sangat menarik adalah dengan memanfaatkan kulit jagung menjadi bunga yang cantik. Tas dari kulit buaya c. Dari pengertian tekstil diatas maka dapat disimpulkan bahwa produk tekstil meliputi diantaranya produk serat benang kain dan pakaian serta berbagai macam jenis benda yang dibuat dari serat . Sejak akhir tahun 2019, Sustainable Fashion dan Sustainable Fabric mulai diangkat menjadi satu topik yang hangat untuk diperbincangkan. Issue penting tersebut banyak disuarakan oleh kalangan mahasiswa Fashion Design dari berbagai universitas yang ada di Indonesia. Saking banyaknya tema dari pembahasan topik ini hingga mampu dirangkum menjadi sebuah buku. Namun, kondisi pasca pandemi di awal tahun 2022 ditambah lagi dengan adanya konflik berujung perang antara Rusia-Ukraina yang membawa sebuah perubahan besar di berbagai bidang. Sekalipun Pandemi dan perang ini bersifat temporer, namun dampaknya akan sangat terlihat bertahun-tahun setelahnya. Peristiwa ini sekaligus menjadi penanda lembaran baru di pasar produksi dan konsumsi, tak terkecuali dalam pemilihan bahan baku dalam industri tekstil adalah bahan yang paling mendasar dalam dunia fashion. Ketika gerakan Sustainable Fashion merebak sepuluh tahun yang lalu, sebagian pasar mulai berpihak pada pilihan bahan-bahan tekstil yang bersifat biodegradable atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sustainable Fabric. Bahkan kebanyakan produsen mulai memilih jenis serat kapas organik yang dalam budidayanya tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia serta air dalam jumlah banyak. Perubahan trend ini membuat angka penjualan kapas komersil yang banyak mengkonsumsi pupuk dan pestisida kimia serta membutuhkan lebih banyak air perlahan mulai rantai pasok, jenis material tekstil yang memungkinkan untuk lebih dikembangkan adalah sektor artificial fiber, yaitu serat buatan yang bahan bakunya berasal dari serat alam. Salah satu pengembangan serat buatan dari bahan baku serat selulose yang menghasilkan Viscose rayon fiber hingga generasi ketiga. Serat viscose rayon terbuat dari bahan baku selulose atau semacam Tencel Lyocel buatan Lanzing Belgia yaitu serat Cupro Rayon dengan merk Bemberg’. Sedangkan dari sisi serat protein buatan, setelah dikenal serat tekstil berbahan susu skim dengan nama Casein, Lanital, Fibrolen dan lain sebagainya, kini ada lagi serat kedelai Soy Protein Fiber SFP. Kabar terbarunya, kini ada lagi serat buatan berbahan baku jagung, PLA Polylactic Acid atau yang lebih dikenal sebagai Polimer serat ini sudah mulai diproduksi dalam bentuk filamen. Nama serat yang diaplikasikan sebagai bahan tekstil adalah Polylactic Acid PLA. Serat yang diproduksi dari bahan dasar jagung ini kemudian dapat ditenun, baik dalam komposisi 100% maupun dikombinasikan dengan serat lain, seperti serat katun, jenis-jenis rayon serta viscose Polylactic acid PLA dikembangkan sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Temuan ini pun dianggap sebagai jenis serat berkelanjutan dan biodegradable yang paling menjanjikan sebagai pengganti serat polyester dari bahan baku Polyetilen Tereftalat PET konvensional. Sebagaimana kita tahu, polyester merupakan salah satu produk tekstil yang sangat tidak Biodegradable menjadi biang dari pencemaran lingkungan karena sampah polyester tekstil maupun plastik yang tidak dapat terurai oleh bakteri ini gambaran proses produksi dari serat Polylactic acid PLA yang berbahan baku Indonesia PT. Asia Pasific Fiber yang beralamatkan di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah sedang melakukan sosialisasi kehadiran jenis serat baru yang membawa harapan baik. PLA masih disebut sebagai jenis Polimer khusus’ yang diharapkan mampu menggantikan serat sintetis yang memiliki sifat undegradable alias sulit terurai di tanah. Serat ini memiliki kehalusan dan sifat menyerap air yang sangat baik serta mengandung zat anti bakteri alami. Ada pula kandungan asam lemah yang mampu menenangkan kulit, daya tahan panas yang baik, dan tahan terhadap sinar UV. Dengan sifat dan karakteristik yang dimilikinya, sangat besar peluang serat ini untuk menjadi salah satu jenis serat yang digemari oleh banyak orang. Keberadaan PLA sebagai jenis baru membuat kain-kain berbahan PLA yang diperjual belikan di pasaran masih didominasi produk-produk buatan China. Sementara pabrik dalam negeri lainnya mungkin masih dalam tahap mensosialisasikan serat ini kepada calon tekstil China yang membuat kain dari serat ini pun masih belum terang-terangan membuka harga untuk produknya. Sikap ini bukanlah tanpa alasan, namun serat buatan dari bahan baku jagung ini masih dalam tahap penjajagan pasar. Selain itu, kuantitas produk yang akan dipesan juga masih menjadi bahan pertimbangan di harga berapa serat ini akan dijual. Jenis-jenis serat TekstilBerikut ini beberapa jenis dan nama serat serat sintetis melonjak dalam kurun waktu 20 tahun yang terhitung sejak tahun 1990 hingga 2010. Fenomena ini diiringi dengan melimpahnya sampah tekstil yang memenuhi permukaan bumi hingga mencapai angka 92 Milyard Ton per tahun. Jika sampah-sampah ini terus menerus dibiarkan maka kesehatan dan kelestarian lingkungan bumi serta makhluk hidup akan semakin terancam. Hal inilah yang kemudian menuntut produsen serat untuk terus berinovasi dalam menciptakan serat yang lebih biodegradable dan ramah lingkungan. Kondisi Pasca Pandemi dan terjadinya perang Rusia – Ukraina membuat perdagangan tekstil antar negara menjadi semakin mahal. Oleh sebab itu, banyak iklan yang menyuarakan penggunaan produk-prduk domestik sebagai alternatif yang paling membantu. Dengan langkah tersebut, ketergantungan impor kapas dapat di substitusi dari bahan Rayon maupun PLA yang sudah di produksi di dalam Berita Hingga saat ini, kapas masih menjadi bahan baku utama dalam proses pembuatan benang untuk memenuhi kebutuhan industri tekstil Indonesia. Sebagian besar kebutuhan akan serat kapas dipenuhi dari impor luar negeri dan kurang dari 4% dipenuhi oleh produksi kapas dalam negeri. Tanaman jagung Zea mays adalah salah satu hasil pertanian utama yang dihasilkan Indonesia. Berdasarkan data BPS, kecenderungan perkembangan produksi jagung dari tahun 2010-2013 mengalami kenaikan sehingga limbah kulit jagung yang dihasilkan juga meningkat. Hingga saat ini limbah kulit jagung masih belum dimanfaatkan dengan optimal. Sementara itu kulit jagung mengandung serat selulosa yang cukup tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi salah satu alternatif bahan baku serat selulosa dalam pembuatan benang pada industri tekstil Indonesia. Pada penelitian ini telah dilakukan ekstraksi serat selulosa dari kulit jagung dengan perlakuan basa menggunakan Natrium hidroksida NaOH dengan variasi konsentrasi 1, 3 dan 5 % berat pada temperatur ±90 0 C. Hasil Fourier Transform Infrared FTIR menunjukkan bahwa secara kualitatif kandungan lignin serat kulit jagung setelah proses alkalisasi mengalami penurunan. Kekuatan tarik maksimum serta aspek rasio maksimum serat selulosa kulit jagung diperoleh dari perlakuan dengan NaOH 5% berat dengan waktu 3 jam, yakni 118 MPa dan 481. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Ekstraksi Serat Kulit Jagung sebagai Bahan Baku Benang Tekstil Fathimah Azzahro __________________________________________________________________________________________ 21 EKSTRAKSI SERAT KULIT JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU BENANG TEKSTIL Fathimah Azzahro, Mardiyati, Steven, dan R. Reza RizkiansyahTeknik Material, Fakultas Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung E-mail Diterima 30 Oktober 2014 Diperbaiki 6 April 2015 Disetujui 25 Mei 2015 ABSTRAK EKSTRAKSI SERAT KULIT JAGUNG SEBAGAI BAHAN BAKU BENANG TEKSTIL. Hingga saat ini, kapas masih menjadi bahan baku utama dalam proses pembuatan benang untuk memenuhi kebutuhan industri tekstil Indonesia. Sebagian besar kebutuhan akan serat kapas dipenuhi dari impor luar negeri dan kurang dari 4% dipenuhi oleh produksi kapas dalam negeri. Tanaman jagung Zea mays adalah salah satu hasil pertanian utama yang dihasilkan Indonesia. Berdasarkan data BPS, kecenderungan perkembangan produksi jagung dari tahun 2010-2013 mengalami kenaikan sehingga limbah kulit jagung yang dihasilkan juga meningkat. Hingga saat ini limbah kulit jagung masih belum dimanfaatkan dengan optimal. Sementara itu kulit jagung mengandung serat selulosa yang cukup tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi salah satu alternatif bahan baku serat selulosa dalam pembuatan benang pada industri tekstil Indonesia. Pada penelitian ini telah dilakukan ekstraksi serat selulosa dari kulit jagung dengan perlakuan basa menggunakan Natrium hidroksida NaOH dengan variasi konsentrasi 1, 3 dan 5 % berat pada temperatur ±90 0C. Hasil Fourier Transform Infrared FTIR menunjukkan bahwa secara kualitatif kandungan lignin serat kulit jagung setelah proses alkalisasi mengalami penurunan. Kekuatan tarik maksimum serta aspek rasio maksimum serat selulosa kulit jagung diperoleh dari perlakuan dengan NaOH 5% berat dengan waktu 3 jam, yakni 118 MPa dan 481. Kata Kunci FTIR, jagung, kekuatan tarik, serat selulosa, tekstil ABSTRACTEXTRACTION OF CORN HUSK FIBRE AS RAW MATERIAL FOR TEXTILE YARN. Currently, cotton serves as the commonly used raw material for textile yarn to fulfill the demand of Indonesian textile industries. Most of the cotton fiber needs are still imported and less than 4% are supplied by domestic production. Corn Zea mays is one of main crops produced in Indonesia. Based on data from BPS, production of corn in 2012-2013 are relatively increased, which also followed by the increase of corn husk waste. Recently, corn husk waste is not optimally utilized. Corn husk actually has potential to be used as source of cellulose as it has fairly high contenct of cellulose, especially as an alternative raw material for yarns in Indonesian textile Industry. In this research, the cellulosic fiber was extracted from corn husk by alkali treatment using Sodium hydroxide NaOH at ±90 0C with concentration varied in 1, 3, and 5wt% and time varied in 1 and 3 hour. FTIR characterization showed that lignin content of corn husk fiber qualitatively decreased after alkali treatment process. Ultimate Vol. 18, No. 1, Juni 2015, hal 21-25 Majalah Polimer IndonesiaISSN 1410-7864 ____________________________________________________________________________________________________ 22 tensile strength and maximum aspect ratio of corn husk fiber is 118 MPa and 481which obtained from 5% wt NaOH, 3 h treatment. Keywords FTIR, cellulose fiber, corn, textile, tensile strength PENDAHULUAN Penggunaan serat kapas sebagai bahan baku utama dalam industri tekstil masih sangat dominan, meskipun sejak tahun 1972 mulai terjadi pergantian serat kapas dengan serat kimia sintesis [1]. Kemampuan produksi serat kapas dalam negeri hanya dapat mencukupi 0,3% dari kebutuhan nasional [2], sehingga sebagian besar masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalah tersebut adalah mengembangkan suatu alternatif sumber serat baru yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku serat tekstil. Sejumlah serat tanaman telah diteliti untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif dari serat tekstil, diantaranya yaitu ramie, flax, hemp, jute, kapuk dan sisal [3,4]. Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian Indonesia yang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, produksi jagung nasional mencapai sekitar 15,5 juta ton, dan pada tahun 2009 produksi meningkat menjadi sekitar 17,5 ton [5]. Saat ini, pemanfaatan jagung masih terbatas sebagai bahan pangan, adapun limbah kulit jagung yang dihasilkan umumnya dimanfaatkan oleh industri kreatif dalam skala kecil. Kulit jagung pada dasarnya mengandung selulosa yang cukup tinggi dengan kandungan lignin yang relatif rendah, yakni sekitar untuk selulosa dan 15%untuk lignin [6].Kandungan selulosa kulit jagung yang cukup tinggi tersebut mengindikasikan bahwa kulit jagung memiliki potensi untuk dijadikan serat sebagai bahan baku industri tekstil. Peningkatan produksi jagung nasional secara bersamaan akan turut meningkatkan limbah kulit jagung yang dihasilkan. Hal tersebut memberikan peluang untuk dapat dimanfaatkannya limbah kulit jagung sebagai bahan baku serat untuk industri tektil di Indonesia. Salah satu persyaratan serat selulosa agar dapat dimanfaatkan sebagai serat tekstil adalah aspect ratio [7]. Dalam penelitian ini, akan dilakukan ekstraksi serat kulit jagung dengan menggunakan NaOH pada berbagai konsentrasi serta waktu perlakuan yang berbeda. Serat yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi untuk mendapatkan aspect ratio dan kekuatan tarik dari serat. BAHAN DAN METODE Bahan Kulit Jagung yang digunakan adalah limbah kulit jagung dari warung Jagung Bakar Simpang, Dago, Bandung. Natrium hidroksida NaOH diperoleh dari PT. Bratachem, Bandung. Preparasi Serat Kulit Jagung KJ Kulit jagung dipanaskan dalam larutan NaOH pada ±900C dengan konsentrasi 1, 3, dan 5% berat selama 1 dan 3 jam. Setelah proses pemanasan, residu disaring dan dicuci hingga warna larutan yang disaring berwarna putih. Residu yang dihasilkan kemudian dikeringkan selama 1 malam. Pengukuran Dimensi Serat KJ Serat KJ diukur panjangnya menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm, sedangkan diameter seratnya diukur menggunakan mikroskop optik di Laboratoium Metalurgi, Mekanik & Material, Program Studi Teknik Material ITB. Ekstraksi Serat Kulit Jagung sebagai Bahan Baku Benang Tekstil Fathimah Azzahro __________________________________________________________________________________________ 23 Karakterisasi Serat KJ Serat KJ dikarakterisasi menggunakan FTIR untuk mengetahui perubahan kandungan kimia serat selulosa sebelum dan sesudah perlakuan basa. Pengujian FTIR dilakukan dengan alat Shimadzu Prestige 21 di Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung. Kekuatan mekanis serat selulosa kulit jagung diuji menggunakan mesin uji tarik Tensilon RTF-1310 di Laboratorium Teknik Mesin ITB. Pengujian tarik dilakukan dengan mengacu pada pengujian serat pada penelitian sebelumnya [8], namun dengan kecepatan penarikan sebesar 5 mm/menit. HASIL DAN PEMBAHASAN . Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Kandungan Lignin Serat KJ Karakterisasi FTIR dilakukan terhadap sampel serat selulosa kulit jagung sebelum dan setelah diberi perlakuan basa. Gambar 1 menunjukkan spektrum hasil FTIR yang diperoleh. Pengaruh dari proses perlakuan basa terhadap kandungan lignin dari serat kulit jagung ditunjukkan oleh kecenderungan yang terjadi terhadap absorbansi pada bilangan gelombang 1506 cm-1yang menunjukkan getaran rangka C=C aromatik dari lignin [9]. Hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai absorbansi pada bilangan gelombang 1506 cm-1 yang secara kualitatif menunjukkan terjadinya penurunan kandungan lignin seiring dengan peningkatan konsentrasi larutan NaOH sebagai akibat dari semakin banyaknya Na+ dan OH- yang menyebabkan terjadinya swelling dan terlarutnya lignin [10]. Berdasarkan hasil tersebut perlakuan basa dengan NaOH 5% selama 3 jam menunjukkan absorbansi paling rendah yang mengindikasikan kondisi ekstraksi tersebut menghasilkan serat kulit jagung dengan kandungan lignin tersisa yang paling sedikit. Gambar 1. a Spektrum FTIR sampel Kulit Jagung native dan dengan beberapa perlakuan basa pada rentang bilangan gelombang 500-4000 cm-1, b Perbesaran Spektrum FTIR Gambar 1a pada rentang bilangan gelombang 1400-1650 cm-1Pengaruh Perlakuan Basa terhadap Dimensi Serat Selulosa Kulit Jagung Hasil pengukuran dimensi serat kulit jagung pada masing-masing perlakuan ditunjukkan pada Tabel 1 dengan nilai aspek rasio pada Gambar 2. Terlihat bahwa seiring dengan peningkatan konsentrasi serta waktu perlakuan basa maka diameter serat kulit jagung yang diperoleh semakin kecil sehingga aspek rasio l/d serat kulit jagung akan meningkat. Penurunan diameter serat kulit jagung terjadi karena proses penghilangan lignin Vol. 18, No. 1, Juni 2015, hal 21-25 Majalah Polimer IndonesiaISSN 1410-7864 ____________________________________________________________________________________________________ 24 pada bagian luar dari serat kulit jagung. Peningkatan waktu serta konsentrasi larutan alkali menyebabkan persentase jumlah lignin yang terlarut makin tinggi. Tabel 1. Pengukuran dimensi serat selulosa kulit jagung Perlakuan basa Panjang serat mm Diameter serat µµµµm Konsentrasi Waktu 1 1 134 453 1 3 55 251 3 1 121 306 3 3 40 230 5 1 100 207 5 3 45 185 135010020030040050027,57295,81395,42483,0927,57219,12173,91243,24 perlakuan basa 1 jam perlakuan basa 3 jamAspek rasioKonsentrasi NaOH %native Gambar 2. Grafik hubungan antara perlakuan basa dengan aspek rasio l/d seratDiameter serat yang dihasilkan berhubungan dengan nilai aspek rasio yang akan diperoleh. Nilai diameter serat yang makin kecil akan menghasilkan nilai aspek rasio serat yang makin tinggi. Untuk aplikasi di bidang tekstil serat dengan aspek rasio yang tinggi sangat diminati. Pada penelitian ini, aspek rasio tertinggi yang diperoleh adalah 483 pada perlakuan basa dengan menggunakan NaOH 5% selama 1 jam. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai aspect ratio yang dimiliki oleh serat kulit jagung telah memenuhi syarat yang diperlukan oleh suatu serat untuk menjadi serat tekstil, yakni minimal memiliki aspect rasio bernilai 100 [11,12]. Pengaruh Perlakuan Basa terhadap Sifat Mekanis Serat KJ Nilai kekuatan tarik serat kulit jagung sebelum dan setelah proses perlakuan basa ditunjukkan pada Gambar 3. Pada Gambar 3 terlihat bahwa seiring dengan peningkatan waktu serta konsentrasi perlakuan basa, maka kekuatan tarik serat kulit jagung akan makin tinggi. Peningkatan kekuatan tarik serat kulit jagung disebabkan oleh persentase kandungan lignin pada serat kulit jagung yang makin kecil [13]. Lignin memiliki kekuatan tarik yang lebih rendah dibandingkan selulosa [14], sehingga dengan tingkat kemurnian selulosa yang makin tinggi dengan berkurangnya kandungan lignin, kekuatan tarik serat kulit jagung yang diperoleh akan makin tinggi. Kekuatan Tarik tertinggi yang diperoleh adalah 118 MPa pada perlakuan basa dengan NaOH 5% selama 3 jam. Nilai tensile strength yang diperoleh dalam penelitian ini masih dibawah jenis serat alam lain yang umum dipakai sebagai bahan baku pembuatan benang tekstil seperti kapas dan wol yang masing-masing memiliki kekuatan tarik mencapai 600 dan 170 MPa [15]. Gambar 3. Pengaruh perlakuan basa pada kulit jagung terhadap kekuatan tarik serat selulosa kulit jagung -1 1 3 50204060801001209,1826,61 31,6644,599,18108,25 108,37 perlakuan basa 1 jam perlakuan basa 3 jamKekuatan Tarik MPaKonsentrasi NaOH %native Ekstraksi Serat Kulit Jagung sebagai Bahan Baku Benang Tekstil Fathimah Azzahro __________________________________________________________________________________________ 25 KESIMPULAN Serat selulosa dapat diekstrak dari limbah kulit jagung dengan melakukan perlakuan basa. Perlakuan basa dengan menggunakan NaOH 5% selama 3 jam menunjukkan hasil ekstraksi paling optimal yang didasarkan pada hasil pengujian kualitatif melalui FTIR. Kekuatan tarik maksimal dan aspect ratio serat kulit jagung yang diperoleh pada penelitian ini adalah 118 MPa dan 483 yang mengindikasikan bahwa serat kulit jagung memenuhi syarat dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku benang tekstil. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada laboratorium teknik produksi, fakultas teknik mesin dan dirgantara, ITB atas bantuan pengujian tarik. DAFTAR PUSTAKA [1]. N. S. HARTANTO, S. WATANABE, Teknologi Tekstil, Pradnya Paramita, Jakarta 1980 [2]. D. KUSTANTINI, Peningkatan Produk-tivitas dan Pendapatan Petani melalui Penggunaan Pola Tanam Tumpang Sari, BBPPTP, Surabaya, http//ditjenbun. diakses pada Oktober 2014. [3]. NPTEL, Bast Fibers, ITT, Delhi, diakses pada November 2015 [4]. R SINCLAIR, Textiles and Fashion Materials, Design and Technology, Elsevier, Cambridge, 2015 [5]. SETNEG, Peran Teknologi Pertanian dalam Meningkatkan Produktivitas Tanaman Jagung, Kementerian Sekretariat Negara RI, diakses pada Juli 2014. [6]. T. K. FAGBEMIGUN, O. D. FAGBEMI, O. OTITOJU, E. MGBACHIUZOR, C. C. IGWE, Int. J. AgriSci., 4 2014 209 [7]. N. S. HARTANTO, S. WATANABE, Teknologi Tekstil, Pradnya Paramita, Jakarta 1980 [8]. S. S. PUTRI, Kajian Awal Pembuatan Komposit Limbah Polipropilena – Tenunan Serat Kenaf, Tugas Akhir, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2010 [9]. S. F. SYED DRAMAN, R. DAIK, F. A. LATIF, and S. M. EL-SHEIKH, BioResources, 91 2014 8 [10]. A. ALEMDAR and M. SAIN, Bioresource Technol., 99 2007 1664 [11]. C. R. GAJJAR and M. W. KING, Resorbable Fiber-Forming Polymers for Biotextile Applications, Springer, Heidelberg, 2014 [12]. D. R. JACKMAN and M. K. DIXON, J. CONDRA, The Guide to Textiles for Interiors, Springer, Manitoba, 2003 [13]. S. Y. ZHANG, C. G. WANG, B. H. FEI, Y. YU, H. T. CHENG, and G. L. TIAN BioResources, 82 2013 2376 [14]. S. KALIA, A. DUFRESNE, B. M. CHERIAN, B. S. KAITH, L. AVEROUS, J. NJUGUNA, and E. NASSIOPOULOS, Int. J. Polym. Sci., 2011 2011 837875 [15]. A. R. BUNSELL, Handbook of Tensile Properties of Textile and Technical Fibres, Woodhead Publishing, New Delhi, 2009 ... The newspaper is chosen because of the material is relatively easy to obtain, and the cellulose content is quite high ± 50% [70]. The cornhusk is also chosen because of its high cellulose content 40% [71] [72] and the uncomplicated cellulose extraction technique compared to other the cellulose containing materials [73]. It is noted that the cellulose content of corn husk fibre is approximately 80-87% [74]. ...Surjamanto WonorahardjoInge Magdalena Sutjahja Yati MardiyatiSuwardi TedjaThis study experimentally investigates the effect of different façades systems on thermal comfort and urban heat island UHI phenomenon by using experimental tools. Outdoor field measurements are conducted for brick, concrete, low-E glass, aluminium composite panel ACP, and clear glass to observe the effect of morning solar exposure on the east-west façade surface temperatures. Two different types of insulation materials, namely newspaper and corn husk mat, are also manufactured and considered. Then, laboratory experiments are performed with 1 m × 1 m panel under two 1000 W halogen lamps by measuring air, surface and material temperatures using a thermocouples data-logger with a recording interval of 5 min and IR thermovision for visual confirming. The lamps simulate solar exposure during morning It is noted that the brick wall stores heat during solar exposure, and then emits that heat to indoor and outdoor environments. Additional ACP to the brick wall reduces indoor air temperature significantly whereas direct impact on the outdoor temperature should also be accounted to avoid UHI. Besides, insulation material is found to be only beneficial during heating period in terms of reducing the indoor air temperature, however it slightly incremented the outdoor air temperature. This study shows how different façade systems of buildings significantly affect both the indoor and outdoor environments. It is revealed that, in the design process, the indoor air temperature should be considered for thermal comfort while the outdoor air temperature should be considered for UHI BunsellFibres usually experience tensile loads whether they are used for apparel or technical structures. Their form, which is long and fine, makes them some of the strongest materials available as well as very flexible. This book provides a concise and authoritative overview of tensile behaviour of a wide range of both natural and synthetic fibres used both in textiles and high performance materials. After preliminary chapters that introduce the reader to tensile properties, failure and testing of fibres, the book is split into two parts. Part one examines tensile properties and failure of natural fibres, such as cotton, hemp, wool and silk. Part two discusses the tensile properties and failure of synthetic fibres ranging from polyamide, polyester and polyethylene fibres to carbon fibres. Many chapters also provide a general background to the fibre, including the manufacture, microstructure, factors that affect tensile properties as well as methods to improve tensile failure. With its distinguished editor and array of international contributors, Handbook of tensile properties of textile and technical fibres is an important reference for fibre scientists, textile technologists and engineers, as well as those in academia. Provides an overview of tensile behaviour of a wide range of both natural and synthetic fibres Examines tensile characterisitics, tensile failure of textiles fibres and factors that affect tensile properties Discusses mircostructures and each type of fibre from manufacture to finished S HartantoS WatanabeTeknologi TekstilN. S. HARTANTO, S. WATANABE, Teknologi Tekstil, Pradnya Paramita, Jakarta 1980Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Petani melalui Penggunaan Pola Tanam Tumpang SariD KustantiniD. KUSTANTINI, Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Petani melalui Penggunaan Pola Tanam Tumpang Sari, BBPPTP, Surabaya, http//ditjenbun. diakses pada Oktober SetnegSETNEG, Peran Teknologi Pertanian dalam Meningkatkan Produktivitas Tanaman Jagung, Kementerian Sekretariat Negara RI, n=com_content&task=view&id=4360, diakses pada Juli K FagbemigunO D FagbemiO OtitojuE MgbachiuzorC C IgweT. K. FAGBEMIGUN, O. D. FAGBEMI, O. OTITOJU, E. MGBACHIUZOR, C. C. IGWE, Int. J. AgriSci., 4 2014 209S S PutriS. S. PUTRI, Kajian Awal Pembuatan Komposit Limbah Polipropilena -Tenunan Serat Kenaf, Tugas Akhir, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2010S F Syed DramanR DaikF A LatifS M El-SheikhS. F. SYED DRAMAN, R. DAIK, F. A. LATIF, and S. M. EL-SHEIKH, BioResources, 91 2014 8The Guide to Textiles for InteriorsD R JackmanM K DixonJ CondraD. R. JACKMAN and M. K. DIXON, J. CONDRA, The Guide to Textiles for Interiors, Springer, Manitoba, 2003S Y ZhangC G WangB H FeiY YuH T ChengG L TianS. Y. ZHANG, C. G. WANG, B. H. FEI, Y. YU, H. T. CHENG, and G. L. TIAN BioResources, 82 2013 2376S KaliaA DufresneB M CherianB S KaithL AverousJ NjugunaE NassiopoulosS. KALIA, A. DUFRESNE, B. M. CHERIAN, B. S. KAITH, L. AVEROUS, J. NJUGUNA, and E. NASSIOPOULOS, Int. J. Polym. Sci., 2011 2011 837875

produk tekstil yang dapat dihasilkan dari serat alam kulit jagung